Peran seorang pemimpin dalam birokrasi tidak hanya sebatas mengambil keputusan strategis, tetapi juga menjalin hubungan emosional dengan masyarakat yang dipimpinnya. Dalam konteks ini, Amsori Baharudin Syah, seorang akademisi dari Universitas Nasional, mengamati pergeseran yang terjadi melalui tindakan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dalam mengimplementasikan pendekatan baru dalam kepemimpinan. Pelayanan publik bisa dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi dan dekat dengan rakyat, sehingga menciptakan suasana saling mendengarkan.
“Teddy hadir bukan hanya sebagai pejabat, tetapi sebagai sosok manusia yang peduli,” jelas Amsori. Ia menyatakan bahwa dengan turun langsung ke lapangan, seperti mengunjungi sekolah rakyat, Teddy menunjukkan kepemimpinan yang berbeda dari biasanya.
Hal ini bukan sekadar simbolisme, tetapi sebuah upaya nyata untuk mendengarkan suara rakyat. Dalam perannya, Teddy berusaha memindahkan sebagian ruang kerjanya dari ruang rapat yang formal ke tengah masyarakat, yang seringkali terpinggirkan.
Teddy Indra Wijaya: Pemimpin yang Dekat dengan Rakyat
Amsori menekankan bahwa pendekatan Teddy dalam kepemimpinan menciptakan model yang jarang terlihat di kalangan pejabat setingkat kabinet. Daripada hanya menjadi pengambil keputusan yang terpisah dari masyarakat, Teddy ingin menunjukkan bahwa kepemimpinan harus lebih inklusif dan responsif. Ia menganggap hal ini sebagai langkah menuju birokrasi yang lebih manusiawi dan ramah.
Keberadaan fisik Teddy di tengah masyarakat juga memiliki dampak psikologis yang kuat. Ketika pemimpin menunjukkan diri di lapangan, masyarakat merasakan kehadiran dan perhatian, yang mengurangi jarak antara pemerintah dan rakyat. Sebuah situasi di mana masyarakat merasa didengar dan dihargai akan meningkatkan kepercayaan terhadap pemimpin mereka.
“Kepemimpinan itu bukan hanya tentang kuasa administratif, tetapi juga kuasa moral,” lanjut Amsori. Ia percaya bahwa legitimasi tidak hanya dibangun melalui peraturan, tetapi juga melalui interaksi dan pendengaran yang aktif terhadap keluhan masyarakat.
Empati dalam Berbagai Aspek Kepemimpinan
Dalam penelitiannya, Amsori merujuk pada konsep “empathetic governance” yang menekankan pentingnya kehadiran emosional dalam kepemimpinan publik. Dengan konsep ini, pemimpin tidak hanya berfokus pada struktur dan birokrasi, tetapi juga pada emosi dan kebutuhan masyarakat. Pendekatan semacam ini dirasa sangat tepat untuk menjawab tantangan zaman, di mana transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting.
Salah satu teori yang mengemuka adalah pemikiran Hannah Arendt tentang “power as acting in concert.” Menurutnya, kekuasaan politik berarti berada dalam ruang yang sama dengan rakyat dan menciptakan kepercayaan melalui tindakan konkret. Ia menunjukkan bahwa kekuasaan tidak datang dari jabatan, tetapi dari hubungan sosial yang positif.
Dengan demikian, kehadiran Teddy menjadi representasi negara yang mengasuh, bukan hanya mengatur. Amsori melihat ini sebagai hal yang mendasar, karena negara yang baik adalah negara yang hadir dalam setiap aspek kehidupan warganya.
Bentuk Gestur Sederhana yang Berarti Besar
Langkah-langkah kecil yang diambil Teddy, seperti duduk bersama anak-anak atau mendengarkan keluhan tanpa formalitas yang kaku, merupakan bentuk tindakan administratif yang paling berharga. Dalam situasi di mana banyak pejabat hanya berbicara tentang pelayanan publik, keberanian Teddy untuk hadir sebagai sosok yang manusiawi menjadi pembeda yang nyata.
Gestur responsif dari Teddy, menurut Amsori, tidak hanya memperkuat citra kabinet sebagai institusi yang lebih memahami realitas yang dihadapi masyarakat. Ini adalah langkah signifikan untuk menjembatani jurang antara kebijakan yang diambil di meja rapat dan kebutuhan di lapangan.
“Teddy menunjukkan bahwa menjadi pemimpin tidak hanya tentang posisi, tetapi tentang bagaimana kita berinteraksi dengan orang-orang yang kita pimpin,” ungkap Amsori. Pendekatan semacam ini merupakan modal penting bagi para pemimpin yang ingin disegani dan diperhitungkan dalam konteks sosial saat ini.
Menjawab Tantangan Politik Kontemporer di Indonesia
Perubahan gaya kepemimpinan yang ditunjukkan Teddy sangat relevan dalam konteks politik Indonesia saat ini, di mana tingkat skeptisisme terhadap pejabat negara sedang tinggi. Dengan pendekatan yang empatik dan rendah hati, pemimpin seperti Teddy mampu menghadirkan angin segar bagi masyarakat. Ini adalah jembatan untuk membangun kembali kepercayaan yang mungkin telah luntur.
Amsori menekankan bahwa dalam menghadapi tantangan politik yang kompleks, negara harus berupaya untuk mendengarkan dan memahami kebutuhan warganya. “Teddy menunjukkan bahwa cara terbaik untuk membangun negara yang kuat adalah dengan mau mendengarkan,” tutupnya. Ini menjadi salah satu pelajaran berharga bagi pejabat publik di mana pun untuk terus mendekatkan diri kepada masyarakat yang mereka layani.
Dengan demikian, tindakan sederhana sebuah aktivitas pemimpin yang mendengarkan dan memperhatikan rakyat bisa membawa dampak yang luas dan mendalam dalam menciptakan pemerintahan yang lebih baik. Partisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat menjadi langkah fundamental untuk memanusiakan birokrasi yang seringkali terasa kaku.
